
Terassulsel.com, Makassar – Seorang alumni wanita Universitas Dipa Makassar melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya di perpustakaan kampus pada Sabtu, 14 Desember 2024. Berdasarkan keterangan korban, insiden terjadi saat ia mengurus surat keterangan bebas pustaka. Korban diminta menunggu oleh pelaku, yang diketahui merupakan staf perpustakaan. (selasa 17/12/2024)
Sekitar pukul 11.30 WITA, saat perpustakaan mulai sepi, pelaku mendatangi korban dan meminta foto selfie sebanyak dua kali dengan alasan formalitas. Namun, pelaku kemudian merangkul korban tanpa persetujuan dan memaksa mencium pipinya sebanyak dua kali.
Korban yang terkejut segera berusaha menghindar dan melaporkan kejadian tersebut kepada rekannya. Laporan itu kemudian diteruskan kepada salah satu lembaga kampus, yang akhirnya melibatkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Dipa Makassar.
Ketua Satgas PPKS, Dr. Aprizal, S.Kom., M.M., yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III, baru mengetahui kasus ini pada Senin, 16 Desember 2024. Ia langsung memanggil pelaku pada hari yang sama, disusul pemanggilan korban pada Selasa, 17 Desember 2024. Namun, proses interogasi terhadap korban menuai kritik karena dinilai kurang berpihak.
Pendamping korban mengungkapkan bahwa Ketua Satgas PPKS sempat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cenderung menyalahkan korban, seperti: “Kenapa tidak melawan? Kenapa mau menunggu saat perpustakaan sepi? Kenapa datang sendiri?”
Sikap tersebut membuat korban merasa tertekan dan menangis. Pendamping korban juga menyoroti kebijakan yang melarang pendamping mendampingi korban selama interogasi. Setelah adu argumen, seorang pendamping akhirnya diizinkan masuk untuk menemani korban.
Setelah interogasi selesai, pihak universitas mengeluarkan surat pemecatan terhadap pelaku (A) pada hari yang sama, sekitar pukul 15.00 WITA. Meski pelaku telah diberhentikan, pendamping korban menilai kinerja Satgas PPKS masih jauh dari optimal.
Minimnya sosialisasi dan transparansi terkait peran serta struktur Satgas PPKS menjadi sorotan. Banyak mahasiswa bahkan mengaku tidak mengetahui keberadaan Satgas PPKS di kampus.
“Sosialisasi Satgas PPKS harus ditingkatkan. Mahasiswa perlu tahu kepada siapa mereka harus melapor jika mengalami kekerasan seksual,” ujar salah satu pendamping korban.
Pendamping korban juga mendesak Satgas PPKS untuk memperbaiki mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual, termasuk memberikan pendampingan psikologis kepada korban secara berkelanjutan. Mereka berharap insiden serupa tidak lagi terjadi dan Satgas PPKS dapat menjalankan perannya secara lebih maksimal.
(Jy,*)