Terassulsel.com, Makassar – Menanggapi kisruh PPDB, Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan menekankan bahwa permasalahan ini seharusnya sudah bisa dimitigasi. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulsel menjelaskan bahwa modus pelanggaran dan kelemahan sistem PPDB sudah diketahui jauh-jauh hari sebelumnya dan seharusnya sudah dapat dikelola resiko dan titik lemahnya. “Ini masalah yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Sayangnya seolah tidak ada perbaikan yang berarti,” ungkap Ismu, Kamis 20/7.

Ismu juga menyampaikan bahwa tahun ini Ombudsman sudah menerima 7 Laporan Masyarakat dan 5 Konsultasi Non Laporan. “Walaupun secara jumlah sedikit, namun substansi Laporan ini bersifat sistemik dan sayangnya cenderung masalah yang terus berulang dari tahun ke tahun,” tambah Ismu.

Terkait sistem IT pelaksanaan PPDB dan banyaknya protes soal jarak, “nebeng KK”, hingga manipulasi KK, Ismu menjelaskan bahwa hal tersebut seharusnya sudah dilakukan perbaikan sistem penarikan jarak dan validasi nomor NIK pada sistem PPDB. “Modus pindah KK untuk masuk ke SMA favorit sudah menjadi masalah umum, tahun lalu saja di salah satu sekolah favorit, dari 13 sampel yang kami ambil 4 diantaranya NIK tidak valid yang seharusnya tidak lulus melalui sistem. Hal ini telah kami sampaikan dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan ke Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel ” jelas Ismu.

Sebelumnya, selain pemeriksaan oleh Keasistenan Pemeriksaan Laporan, dalam Kajian Sistemik terkait PPDB Tingkat SMA/SMK yang dilakukan oleh Keasistenan Pencegahan, telah ditemukan pula berbagai celah dalam sistem PPDB ini termasuk blank-spot untuk beberapa kecamatan yang tidak memiliki sekolah, verifikasi jarak yang dilakukan semi-manual oleh operator PPDB sekolah, perilaku pemalsuan data dalam Kartu Keluarga, tidak adanya waktu memadai untuk melakukan sanggahan/keberatan, hingga masalah lintas sector terkait perpindahan data kependudukan sebagaimana dalam fenomena “nebeng KK”.

“Saat ini kami juga tengah mengkaji opsi-opsi saran kebijakan seperti jalur zonasi hanya utk KK dgn dengan status anak/cucu, pembukaan kelas online untuk calon siswa yang tidak tertampung terutama yang berada di wilayah blank spot, hingga penegakan sanksi tegas berupa pembatalan bagi siswa yang ditemukan menggunakan dokumen tidak valid,” terang Ismu.

“Sebenarnya Dinas Pendidikan dan Dinas Capil sudah cukup koperatif untuk melakukan perbaikan namun pendekatannya memang tidak bisa lagi hanya bersifat sektoral oleh Dinas Pendidikan sendiri, harus ada mitigasi dan persiapan yang lebih matang lintas sektor agar permasalahan seperti ini tidak seperti ritual tahunan yang selalu terjadi,” tutup Ismu.*

(red)

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *